Polda Metro Jaya resmi menetapkan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) sekaligus Direktur Eksekutif Lokataru, Delpedro Marhaen, sebagai tersangka. Penetapan ini dilakukan setelah aparat kepolisian menemukan dugaan pelanggaran hukum yang dinilai melanggar sejumlah aturan pidana.
Menurut keterangan pihak kepolisian, Delpedro dijerat dengan beberapa pasal berlapis. Di antaranya terkait pasal penghasutan untuk melakukan kekerasan, penyebaran informasi elektronik yang dinilai menimbulkan kerusuhan, serta dugaan pelanggaran terkait perlindungan anak.
Kasus yang Menyeret Aktivis HAM
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan seorang aktivis HAM yang selama ini dikenal vokal terhadap isu keadilan sosial dan demokrasi. Lokataru, organisasi yang dipimpin Delpedro, merupakan lembaga nirlaba yang berbasis di Jakarta dan fokus pada advokasi hak asasi manusia, termasuk kebebasan sipil, demokrasi, dan perlindungan kelompok rentan.
Polda Metro Jaya menegaskan bahwa proses hukum ini dilakukan sesuai prosedur yang berlaku dan tidak ada kaitannya dengan upaya membungkam kritik masyarakat. Namun, penetapan tersangka terhadap seorang aktivis HAM tentu menimbulkan perhatian luas dari berbagai pihak, termasuk pegiat HAM nasional maupun internasional.
Respons Publik dan Lembaga HAM
Penetapan tersangka ini menimbulkan beragam respons di masyarakat. Sebagian pihak menilai langkah kepolisian sebagai bentuk penegakan hukum yang wajar, sementara pihak lainnya mengkhawatirkan adanya potensi kriminalisasi terhadap aktivis yang kerap mengkritik kebijakan pemerintah.
Sejumlah lembaga HAM juga mendesak agar proses hukum terhadap Delpedro dilakukan secara transparan, akuntabel, dan menjunjung tinggi prinsip keadilan. Hal ini dinilai penting agar tidak menimbulkan kesan bahwa aparat negara sedang menekan kebebasan berekspresi di Indonesia.